TUNTUTAN PENGHAPUSAN HUKUMAN MATI DAN BENTURANNYA DI INDONESIA
Keywords:
Negara Hukum, Hak Asasi Manusia, teori pembalasan, teori stufenbau, revolusi mentalAbstract
Penerapan hukuman mati masih berlaku, karena masih tercantum secara sah dan resmi dalam hukum positif Indonesia. Dengan kata lain bahwa hukuman mati,secara de facto dan de iure berlaku sah di Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan bahwa pada setiap kali, apabila ada eksekusi mati, akan selalu muncul perdebatan dalam berbagai bahasan, karena secara kodrati dipandang bertentangan dengan jaminan akan hak hidup, yang populer dalam topik besar perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini bisa dipahami sebab hukum sebagai suatu produk dalam masyarakat, bertalian erat dengan adagium klasik yang menyebutkan bahwa ‘Di mana ada masyarakat di situ ada hukum’. (Ubi societas, ibi ius). Perlu diingat pula bahwa hukum sebagai produk yang berasal dari masyarakat baik yang sederhana /tradisional maupun yang modern sekalipun seperti negara, tak ada jaminan bahwa hak privasi perseorangan dapat terjamin. Mengapa? Sebab kesepakatan umum sebagai kehendak bersama/umum (Volonte generale), memutuskan untuk mengikis kehendak orang per orang yang selalu ingin menang sendiri. Kesepakatan umum mengharuskan semua pihak, untuk taat pada kesepakatan yang diterima sebagai kehendak umum. Walaupun demikian apa yang telah menjadi kesepakatan umum tentang yang namanya Hak Asasi Manusia (HAM), mestinya juga ada jaminan secara konsekuen bahwa akan dijalankan. Namun apabila dalam keadaan darurat akibat situasi dan kondisi serta ulah segelintir orang yang tidak memperhatikan hak hidup orang lain, maka bisa saja dalam keadaan seperti itu, kehendak umum (volonte de tous), yang dirumuskan dalam suatu kesepakatan, bisa saja dilanggar dan hal tersebut artinya ada pelanggaran terhadap prinsip Hak Asasi Manusia. Situasi ini akan mengingatkan kita kembali pada situasi hukum rimba ‘Siapa kuat, dia yang menang’ atau hukum alam, manusia menjadi serigala bagi manusia lainnnya atau “Homo homini lupus”. Hal diperkuat sebagaimana ditulis dalam Kitab Taurat bahwa ‘nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi’ atau yang disebut Hukum pembalasan. Dunia ilmu pengetahuan hukum juga mengenal adanya teori retaliation justice atau Vergeldings Theorie yakni praktek menjatuhkan hukuman/ pidana kepada pelaku dengan model pembalasan, sebagai hukuman yang setimpal dengan perbuatan pelaku, demi pemenuhan rasa keadilan bagi pencari keadilan ( justitiabelen). Apakah praktek ini masih relevan diterima sebagai benar? Kita sendiri yang harus ada keberanian untuk merumuskannya, dengan prinsip progresif bahwa hukum itu dibuat untuk manusia, bukan manusia ada untuk hukum.